DI PERHATIAN utama yang harus kita berikan dalam perkara yang diperintahkan ini ialah memberikan prioritas kepada perkara pokok atas cabang. Yaitu mendahulukan perkara-perkara pokok, mendahulukan hal-hal yang berkaitan dengan iman dan tauhid kepada Allah, iman kepada para malaikatNya, kitab-kitab suci-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari akhir; yang dikatakan sebagai rukun iman sebagaimana dijelaskan oleh al-Qur'an:
"Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebaktian, akan tetapi sesungguhnya kebaktian itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab dan nabi-nabi..." (al-Baqarah:177)
"Rasul telah beriman kepada al-Qur'an yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, dan rasul-rasul-Nya. (Mereka mengatakan): "Kami tidak membeda-bedakan antara seseorangpun (dengan yang lain) dari rasul-rasul-Nya", dan mereka mengatakan: "Kami dengar dan kami tobat." (Mereka berdoa): "Ampunilah kami ya Tuhan kami dan kepada Engkaulah tempat kembali."" (al-Baqarah: 285)
"... Barangsiapa kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan lari kemudian, maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya." (an-Nisa': 136)
Tidak ada ayat yang menyebutkan iman kepada takdir sekaligus memasukkannya ke dalam pokok aqidah, karena sesungguhnya iman kepada takdir ini sudah termasuk di dalam iman kepada Allah SWT. Iman kepada takdir merupakan bagian dari iman kepada kesempurnaan Ilahi, ilmu-Nya yang meliputi segalanya, kehendak-Nya yang luas, dan kekuasaan-Nya yang pasti
Aqidah adalah masalah pokok, sedang syari'ah adalah perkara cabang.
Iman adalah perkara pokok, sedangkan amalan merupakan perkara cabang.
Kami tidak ingin memperpanjang perbincangan para ahli ilmu kalam di sekitar hubungan amal dan iman, apakah amal merupakan bagian dari iman, ataukah dia merupakan buah darinya? Apakah iman merupakan syarat bagi terwujudnya amal sekaligus bukti bagi kesempurnaannya?
Keimanan yang benar harus membuahkan amalan. Sejauh keimanan yang dimiliki oleh seseorang, maka akan sejauh itu pula amal perbuatannya, dan sejauh itu pula dia melakukan perintah yang diberikan kepadanya, serta menjauhi larangannya.
Amal perbuatan yang tidak dilandasi dengan iman yang benar tidak akan ada nilainya di sisi Allah SWT; sebagaimana digambarkan oleh al-Qur'an berikut ini:
"... bagaikan fatamorgana di tanah yang datar, yang disangka air oleh orang-orang yang dahaga, tetapi bila didatanginya air itu dia tidak mendapatinya sesuatu apapun. Dan didapatinya (ketetapan) Allah disisinya, lalu Allah memberikan kepadanya perhitungan amal-amal dengan cukup dan Allah adalah sangat cepat perhitungan-Nya." (an-Nur: 39)
Oleh karena itu, perkara paling utama untuk didahulukan dan harus diberi perhatian yang lebih daripada yang lainnya adalah meluruskan aqidah, memurnikan tauhid, memberantas kemusyrikan dan khurafat, mengokohkan benih-benih keimanan dalam hati, sehingga membuahkan hasil yang bisa dinikmati dengan izin dari tuhannya, yang akhirnya kalimat tauhid "La ilaha illa Allah" dapat bersemayam di dalam jiwa, menjadi cahaya hidup, menerangi gelapnya pemikiran manusia dan kegelapan perilakunya.