DI ANTARA prioritas yang sangat dianjurkan di sini, khususnya dalam bidang pemberian fatwa dan da'wah ialah prioritas terhadap persoalan yang ringan dan mudah atas persoalan yang berat dan sulit.
Berbagai nash yang ada di dalam al-Qur'an dan Sunnah Nabi saw menunjukkan bahwa yang mudah dan ringan itu lebih dicintai oleh Allah dan rasul-Nya.
Allah SWT berfirman:
"... Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu..." (al-Baqarah: 185)
"Allah hendak memberikan keringanan kepadamu, dan manusia dijadikan bersifat lemah." (an-Nisa': 28)
"... Allah tidak hendak menyulitkan kamu..." (al-Maidah: 6)
Rasulullah saw yang mulia bersabda,
"Sebaik-baik agamamu ialah yang paling mudah darinya."
Diriwayatkan oleh Ahmad dan Bukhari dalam al-Adab al-Mufrad; dan Thabrani dari Mahjan bin al-Adra'; dan juga diriwayatkan oleh Thabrani dari Imran bin Hushain dalam al-Awsath; dan Ibn Adiy dan al-Dhiya' dari Anash (Lihat al-Jami' as-Shaghir, 3309)
"Agama yang paling dicintai oleh Allah ialah yang benar dan toleran."
Diriwayatkan oleh Ahmad dan Bukhari dalam al-Adab al-Mufrad; dan Thabrani dari Ibn Abbas. (Ibid., h. 160)
'Aisyah berkata,
"Rasulullah saw tidak diberi pilihan terkadap dua perkara kecuali dia mengambil yang paling mudah di antara keduanya selama hal itu tidak berdosa. Jika hal itu termasuk dosa maka ia adalah orang yang paling awal menjauhinya."
Muttafaq 'Alaih, sebagaimana yang dimuat dalam al-Lu'lu' wa al-Marjan (1502).
Nabi saw bersabda,
"Sesungguhnya Allah menyukai bila keringanan yang diberikan oleh-Nya dilaksanakan, sebagaimana Dia membenci kemaksiatan kepada-Nya."
Diriwayatkan oleh Ahmad, Ibn Hibban, dan Baihaqi di dalam as-Syu'ab dari Ibn Umar (Shahih al-Jami' as-Shaghir, 1886)
Keringanan (rukhshah) itu mesti dilakukan, dan kemudahan yang diberikan oleh Allah SWT harus dipilih, apabila ada kondisi yang memungkinkannya untuk melakukan itu; misalnya karena tubuh yang sangat lemah, sakit, tua, atau ketika menghadapi kesulitan, dan lain-lain alasan yang dapat diterima.
Jabir bin Abdullah meriwayatkan bahwa dia melihat Rasulullah saw sedang dalam suatu perjalanan, kemudian beliau menyaksikan orang ramai mengerumuni seorang lelaki yang dipayungi, kemudian beliau bersabda, "Apa ini?" Mereka menjawab: "Dia berpuasa." Beliau kemudian bersabda,
"Tidak baik berpuasa dalam perjalanan."
Muttafaq 'Alaih, al-Lu'lu' wa al-Marjan (681).
Yakni di dalam perjalanan yang amat menyulitkan ini.
Dan jika perjalanan itu tidak menyulitkan, maka dia boleh melakukan puasa; berdasarkan dalil yang diriwayatkan oleh 'Aisyah bahwa Hamzah bin Amr al-Aslami pernah berkata kepada Nabi saw: "Apakah aku boleh puasa dalam perjalanan?" Hamzah adalah orang yang sering melaksanakan puasa. Karenanya Nabi saw bersabda, "Jika kamu mau, maka berpuasalah, dan jika kamu mau berbukalah."
Muttafaq Alaih, ibid . 684
Khalifah Umar bin Abd al-Aziz pernah berkata mengenai puasa dan berbuka di dalam perjalanan, juga tentang perbedaan pendapat yang terjadi di kalangan fuqaha, manakah di antara kedua hal itu yang paling baik. Dia berkata, "Yang paling baik ialah yang paling mudah di antara keduanya." Hal ini merupakan pendapat yang boleh diterima. Di antara manusia ada yang melaksanakan puasa itu lebih mudah daripada dia harus membayar hutang puasa itu ketika orang-orang sedang tidak berpuasa semua. Tetapi ada orang yang berlawanan dengan itu. Oleh karena itu, yang paling mudah adalah menjadi sesuatu yang paling baik.
Nabi saw menganjurkan umatnya untuk bersegera melakukan buka puasa dan mengakhirkan sahur, dengan tujuan untuk memberi kemudahan kepada orang yang melaksanakan puasa.
Kita juga banyak menemukan fuqaha yang memutuskan hukum yang paling mudah untuk dilakukan oleh manusia terhadap sebagian hukum yang memiliki berbagai pandangan; khususnya yang berkaitan dengan masalah muamalah. Ada ungkapan yang sangat terkenal dari mereka: "Keputusan hukum ini lebih mengasihi manusia."
Saya bersyukur kepada Allah karena saya dapat menerapkan jalan kemudahan dalam memberikan fatwa, dan menyampaikan sesuatu yang menggembirakan dalam melakukan da'wah, sebagai upaya meniti jalan yang pernah dilakukan oleh Nabi saw. Beliau pernah mengutus Abu Musa dan Mu'adz ke Yaman sambil memberikan wasiat kepada mereka,