Perjuangan yang terakhir ialah perjuangan bersenjata, berjuang dengan pedang dan tombak. Sedangkan perjuangan dengan da'wah dan memberikan penjelasan kepada manusia, dan perjuangan dengan al-Qur'an adalah perjuangan yang harus dilakukan sejak hari pertama. Dalam surat al-Furqan --yang tergolong surat Makkiyah-- Allah SWT berfirman kepada Rasulullah saw:

"Maka janganlah kamu mengikuti orang-orang kafir, dan berjihadlah terhadap mereka dengan al-Qur'an dengan jihad yang besar" (al-Furqan: 52)

Begitu pula berjihad dalam kesabaran dan keteguhan, serta mempertahankan diri ketika menerima siksaan dari orang-orang kafir ketika berda'wah di jalan Allah. Begitulah yang disebutkan pada awal surat al-Ankabut:

"Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan, 'Kami telah beriman,' sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta. Ataukah orang-orang yang mengerjakan kejahatan itu mengira bahwa mereka akan luput (dan azab) Kami? Amatlah buruk apa yang mereka tetapkan itu. Barangsiapa yang mengharap pertemuan dengan Allah, maka sesungguhnya waktu (yang dijanjikan) Allah itu, pasti datang. Dan Dialah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Dan barangsiapa yang berjihad, maka sesungguhnya jihadnya itu adalah untuk dirinya sendiri. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dan semesta alam." (al-Ankabut: 2-6)

Pendidikan yang sedang kita bincangkan adalah termasuk jenis pendidikan ini, yakni berjihad di jalan Allah.

Imam Ibn al-Qayyim menyebutkan dalam al-Hady al-Nabawi, terdapat tiga belas tingkatan jihad. Empat tingkatan jihad yang berkaitan dengan jihad terhadap hawa nafsu, dua tingkatan jihad terhadap setan, tiga tingkatan jihad kepada pelaku kezaliman, bid'ah, dan kemungkaran, dan empat tingkatan lainnyajihad terhadap orang-orang kafir, dan jihad dengan hati, lidah, dan harta benda. Jihad yang mesti ditempatkan pada urutan yang terakhir ialah jihad dengan jiwa dan tangan kita."

Dia melanjutkan, "Karena jihad yang paling utama itu adalah mengatakan sesuatu yang benar di hadapan suasana yang sangat keras; seperti mengucapkan kebenaran di hadapan orang yang ditakutkan siksaannya, maka dalam hal ini Rasulullah saw menduduki tempat jihad yang tertinggi dan paling sempurna."

Karena jihad terhadap musuh-musuh Allah merupakan bagian dari jihad seorang hamba terhadap hawa nafsunya dalam meniti jalan Allah; sebagaimana dikatakan oleh Nabi saw,

"Orang yang sebenanya berjihad ialah orang yang berjihad melawan hawa nafsunya dalam meniti ketaatan terhadap Allah. Dan orang yang sebenanya berhijrah ialah orang yang berhijrah dari apa yang dilarang oleh-Nya." Diriwayatkan oleh Ahmad, 6: 21, dari Fudhalah bin 'Ubaid dengan lafal, "Orang yang berhijrah ialah orang yang berhijrah dari kesalahan dan dosa-dosa." yang di-shahih-kan oleh Ibn Hibban (al-Ihsan. 4862); al-Hakim, 1: 11; yang di-shahih-kan olehnya sesuai dengan syarat yang ditetapkan oleh Bukhari dan Muslim. yang juga disepakati oleh adz-Dzahabi.

Maka sesungguhnya jihad terhadap hawa nafsu harus didahulukan daripada jihad terhadap musuh Islam. Karena sesungguhnya orang yang belum berjihad melawan hawa nafsunya terlebih dahulu untuk mengerjakan apa yang diperintahkan kepadanya, dan meninggalkan apa yang dilarang baginya, serta memeranginya di jalan Allah, maka dia tidak boleh melakukan jihad terhadap musuh yang ada di luar dirinya. Bagaimana mungkin dia dapat melawan musuh dari luar, pada saat yang sama musuh dari dalam dirinya masih menguasainya dan tidak dia perangi di jalan Allah SWT? Sehingga tidak mungkin ia keluar melawan musuhnya, sebelum dia memerangi musuh yang berada di dalam dirinya.

Dengan adanya dua musuh ini, seorang hamba diuji untuk melawannya. Dan di antara kedua musuh ini masih ada musuh yang ketiga, yang tidak mungkin baginya untuk memerangi kedua musuh itu kecuali dengan melakukan perang terlebih dahulu kepada musuh yang ketiga ini. Musuh ini berdiri menghalangi hamba Allah untuk melakukan peperangan terhadap kedua musuh itu. Dia selalu menggoda hamba Allah dan menggambarkan bahwa kedua musuh itu begitu berat baginya, karena dengan memerangi kedua musuh itu manusia akan meninggalkan perkara-perkara yang lezat dan enak. Sesungguhnya manusia tidak akan dapat memerangi kedua musuh itu kecuali dia telah mengalahkan musuh yang ketiga. Perang terhadap musuh yang ketiga ini merupakan dasar bagi peperangan terhadap musuh yang pertama dan kedua. Musuh yang ketiga itu adalah setan. Allah SWT berfirman:

"Sesungguhnya setan itu adalah musuh bagimu, maka jadikanlah ia sebagai musuhmu ..." (Fathir: 6).

Perintah untuk menjadikan setan sebagai musuh merupakan peringatan bahwa kita harus mempergunakan segala kekuatan kita untuk memeranginya. Seakan-akan dia adalah musuh yang tidak ada hentinya, dan tidak ada seorang hambapun yang boleh melalaikan perang terhadapnya.

Next>>


Back
up


pacman, rainbows, and roller s